Senin, 31 Oktober 2011

Sekilas tentang potensi angin sebagai sumber energi di Indonesia

Pada tanggal 8 Juni 2011 yang lalu di Gedung GBHN Nusantara V, MPR, Senayan, Jakarta diadakan seminar yang bertajuk “Menegakkan Kedaulatan Negara: Penguasaan Kembali Blok-blok Migas yang Habis Masa Kontrak”. Seminar ini diadakan sebagai bentuk upaya pencerdasan bahwa di negara ini sudah terjadi pelanggaran UUD 1945 pasal 33 khususnya ayat 2 adan 3 yang berbunyi :
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Selain itu mulai saat ini sampai beberapa tahun ke depan dianggap merupakan waktu yang tepat untuk mengambil alih kembali “kedaulatan” kita, karena dalam seminar ini dikatakan dalam waktu 10 tahun ke depan hingga 2020, terdapat puluhan kontrak migas yang saat ini dipegang oleh asing akan habis masa kontraknya. Dari smeinar tersebut dapat dilihat betapa pentingnya sektor energi yang salah satu sumbernya adalah migas menjadi suatu hal yang amat begitu penting, sehingga diperebutkan oleh berbagai bangsa dan bangsa yang memiliki sumber energi tersebut harus sebisa mungkin menjaganya.

Mungkin muncul pertanyaan, “Seberapa pentingkah penguasaan sumber energi bagi suatu negara?”, “Apakah energi hanya bersumber dari sektor migas?”. Sebelumnya marilah kita sedikit membahas masalah energi. Energi merupakan kebutuhan primer yang berlaku di seluruh dunia, karena keprimerannya energi dijadikan “faktor ketahanan” dalam pembangunan peradaban suatu bangsa. Negara yang mampu menguasai dan mengolah sumber-sumber energi sangat berpotensi untuk menjadi negara yang maju. Sumber energi di sini tidak hanya bersumber dari energi fosil, tetapi termasuk energi non fosil. Sampai saat ini masih belum banyak bangsa yang bisa beradaptasi dengan beralih dari energi fosil yang semakin terbatas jumlahnya, termasuk Indonesia.

Semakin meledaknya jumlah penduduk di Indonesia menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan energi. Tingkat kebutuhan energi yang tinggi serta masih tergantungnya Indonesia akan sumber energi fosil menyebabkan polusi lingkungan yang semakin meningkat dan tentunya berpengaruh juga pada anggaran negara yang harus terus-menerus memberikan subsidi pada BBM. Mungkin hal ini dapat diminimalisir dengan beralih pada energi alternatif yang termasuk energi baru terbarukan (renewable energy) salah satunya adalah energi angin.

Energi angin sebagai renewable energy dianggap sebagai energi yang murah bahkan gratis karena dapat ditemukan langsung di alam dan merupakan sumber energi yang jika digunakan akan mengurangi level emisi gas rumah kaca yang biasanya dihasilkan oleh sumber energi fosil, berarti energi angin bisa dikatakan sebagai jawaban dari masalah lingkungan. Energi angin sudah mulai dikembangkan di Indonesia dalam bentuk pembuatan pembangkit listrik tenaga angin atau di Indonesia disebut pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), namun PLTB ini masih tahap pengembangan dan percontohan,perhatian pemerintah sepertinya masih berfokus pada sumber energi fosil yang dikatakan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi dan masih cukup efisien jika digunakan sebagai pembangkit listrik, padahal negara kita menjadi tuan rumah dalam konferensi perubahan iklim.

Pembangkit listrik tenaga angin memanfaatkan energi kinetik dari angin yang bergantung kepada kecepatan angin untuk menggerakkan turbin angin, di mana energi kinetik dari angin akan menjadi energi mekanik untuk membuat turbin berputar, turbin ini dihubungkan langsung dengan rotor dari generator, generator inilah yang akan mengubah energi mekanik menjadi energi listrik, energi listrik yang dihasilkan akan disimpan didalam battery/accu sebelum dapat dimanfaatkan.

Potensi energi angin di Indonesia cukup melimpah jika dilihat dari panjangnya garis pantai Indonesia yang mencapai ± 80.791,42 Km, karena kawasan pesisir dinilai cocok dalam pengembangan pembangkit listrik ini, dari data milik Departemen ESDM RI yang disebut Blueprint Energi Nasional (BEN) dikatakan bahwa potensi PLTB di Indonesia bisa mencapai 9,29 GW,sedangkan saat ini baru sekitar 0,5 GW yang dikembangkan, hal ini membuktikan bahwa minat mengembangkan teknologi ini masih sangat minim, dapat dibayangkan jika PLTB mengurangi penggunaan pembangkit listrik tenaga fosil, maka emisi karbon yang dihasilkan oleh Indonesia akan menurun drastis.

Namun di antara potensi-potensi tersebut ada beberapa tantangan yang harus diselesaikan untuk mengembangkan potensi energi angin ini lebih jauh,antara lain:



1. Distribusi Kecepatan Angin di Indonesia yang rendah

Negara Indonesia berada di ekuator, hal ini menyebabkan rata-rata wilayah di Indonesia hanya memiliki kecepatan angin sekitar 2 – 6,5 m/s. Namun ada dua provinsi yang dianggap memiliki potensi energi angin yang bagus yaitu NTT dan NTB yang memiliki kecepatan angin rata-rata 5,5-6,5 m/s.

Sedangkan syarat kecepatan angin yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik tercantum dalam tabel berikut:

(Tabel dilampirkan)


Terlihat dalam tabel bahwa angin kelas 3 adalah batas minimum dan angin kelas 8 adalah batas maksimum. Dapat dikatakan bahwa kecepatan angin di NTT dan NTB sudah mencukupi untuk menghasilkan energi listrik.

Indoensia mungkin hanya cocok untuk pengembangan PLTB skala kecil dengan kapasitas di bawah 100 kw, tidak seperti negara USA, Finlandia, Belanda, dan beberapa negara di Eropa yang fokus mengembangkan PLTB dengan kapasitas di atas 1 MW.

Hal yang diperlukan Indonesia saat ini adalah melakukan pemetaan potensi energi angin secara spesifik agar didapat spot-spot yang cocok untuk pengembangan PLTB ini. Padahal hasil pemetaan LAPAN secara umum pada 120 titik diketahui bahwa daerah NTT, NTB, Sulawesi Selatan dan Pantai Selatan Jawa memiliki kecepatang angin di atas 5 m/s.



2. Fluktuasi kecepatan angin di Indonesia cukup besar

Kecepatan angin di Indonesia dapat beberapa saat berubah menjadi tinggi lalu menjadi normal kembali atau menjadi sangat rendah, hal ini dipengaruhi fluktuasi kecepatan angin di Indonesia. Hal ini berpengaruh pada putaran generator yang tidak dapat di set secara optimal pada putaran tertentu, jika disesuaikan pada kecepatan rendah, kemungkinan generator akan rusak ketika terjadi angin dengan kecepatan tinggi. Namun jika disesuaikan dengan kecepatan tinggi , kemungkinan tidak dapat membangkitakan daya pada kecepatan rendah.



3. Mahal dan Rumitnya Instalasi Teknologi PLTB

Dalam instalasi teknologi PLTB yang sudah ada di Indonesia biasa digunakan adalah generator induksi dengan kelebihan murah dan kokoh dan Generator Sinkron Magnet Permanen (GSMP) dengan kelebihan keefisensiannya, saat ini kedua generator inilah yang cocok untuk daerah dengan karakteristik kecepatan rendah.

Kendala dalam hal pembuatan generator adalah bahan baku pembuatan yang harus diekspor dari luar negri karena industri komponen pembuatan generator yaitu koomponen elektronika daya tidak tersedia karena peneliti tentang teknologi komponen elektronika daya masih sangat terbatas, ini sangat berpengaruh pada mahal dan rumitnya proses manufaktur struktur generator. Namun, berdasarkan penelitian terbaru dikatakan generator AFPM (Axial-Flux Permanent Magnet) proses manufaktur yang mahal bisa ditekan biayanya.

Dalam pembangunan sebuah kincir angin yang harus diperhatikan juga adalah lokasi, tidak hanya mencari lokasi dengan potensi angin yang cocok namun penentuan tinggi baling-baling dan ketersediaan lahan juga harus diperhatikan, dalam pembangunan sebuah kincir angin diperlukan pemetaan pada ketinggian berapa potensi angin akan optimal, karena kecepatan angin akan rendah jika terlalu dekat dengan permukaan tanah sehingga daya yang dihasilkan kecil, semakin tinggi kecepatan angin semakin besar, namun jika terlalu besar akan merusak generator, kecepatan angin sangat berpengaruh pada desain kekuatan baling-baling dan tiang menara agar dapat menahan gaya dorong oleh angin.

Lalu dalam pembuatan PLTB juga memerlukan adanya ketersediaan lahan terbuka yang cukup luas, sebaiknya PLTB tidak dibangun disekitar permukiman penduduk karena bisa saja terjadi kerusakan pada baling-baling yang berujung pada kecelakaan (kebakaran pada mesin, baling patah, tiang yang roboh), namun hal ini bisa diminimalisir dengan pemantapan pada desain PLTB itu sendiri.

Mungkin PLTB sebagai Sumber Energi Alternatif (SEA) belum bisa menggantikan sumber energi fosil yang sudah banyak digunakan karena saat ini masih tergolong energi alternatif yang mahal, namun jika terus dikembangkan dan diaplikasikan secara maksimal maka PLTB akan bisa mengurangi penggunaan sumber energi fosil, otomatis emisi CO2 akan menurun. Daripada menggunakan diesel yang banyak emisinya di daerah yang belum dimasuki jaringan PLN lebih baik menggembangkan PLTB di daerah tersebut.

Jelas sekali bahwa PLTB masih perlu dikembangkan dan harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Mengingat masih sedikitnya peneliti yang mencoba mengembangkan PLTB, mungkin pemerintah bisa membuat berbagai kebijakan yang mendukung berkembangnya PLTB ini, antara lain pemberian insentif atau bantuan dana bagi para peneliti yang berminat mengembangkan PLTB, mengurangi pajak bea-import bagi peralatan atau komponen yang berhubungan dengan pengembangan PLTB, ataupun mencarikan investor- investor yang siap membantu mengembangkan PLTB ini. Dengan begitu rencana pemerintah untuk menerapkan energi mix di tahun 2025 di mana penggunaan energi alternatif sampai di atas 12% akan tercapai dan tentunya kita sebagai mahasiswa harus terus bersemangat untuk mengembangkan berbagai potensi sumber energi yang ada di Indonesia sehingga bisa membantu terwujudnya ketahanan dan kedaulatan energi di Indonesia.

Adam Hastara Aji

Meteorology 2009

Bandung Institute of Technology



Sumber:

Essay Marwan Batubara, direktur IRESS, yang berjudul Menuntut Penguasaan negara atas blok-blok migas yang habis masa kontrak.

http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1177294977&1

http://majalahenergi.com/forum/energi-baru-dan-terbarukan/energi-angin/tf-2106-konversi-energi-sistem-pembangkit-listrik-tenaga-bayu-tipe-horizontal-axis

http://majalahenergi.com/forum/energi-baru-dan-terbarukan/energi-angin/faktor-keselamatan-turbin-angin

http://majalahenergi.com/forum/energi-baru-dan-terbarukan/energi-angin/penggunaan-energi-alternatif-tenaga-angin

http://konversi.wordpress.com/2009/03/25/energy-angin-dan-potensinya/

http://konversi.wordpress.com/2008/11/06/permasalahan-yang-sering-terjadi-pada-sistem-wind-turbine-di-indonesia/

http://konversi.wordpress.com/2009/01/24/optimalisasi-ekstraksi-energi-angin-kecepatan-rendah-di-indonesia-dengan-aplikasi-konverter-boost/

http://konversi.wordpress.com/2008/12/09/rekin-project-bagian-1-pembangkit-listrik-tenaga-angin/

http://konversi.wordpress.com/2009/03/01/dampak-lingkungan-pembangkit-listrik-tenaga-angin/

http://kajian-energi.blogspot.com/2007/08/energi-angin-1.html

http://kajian-energi.blogspot.com/2007/08/energi-angin-2.html

http://renewableenergyindonesia.wordpress.com/2008/03/05/pembangkit-listrik-tenaga-angin/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar